Jilbab jaman now, ada yang memakainya hanya ketika arisan dan acara hajatan, atau hanya ketika hendak kluyuran di mall dan tempat rekreasi sehingga muncul misalnya fenomena “jilboobs”, atau ketika bertugas di suatu instansi, dan yang paling celaka adalah trend mengenakan jilbab ketika sudah terbelit masalah kriminal dan berstatus tersangka.
Semua ini terjadi ketika berkembang trend penampilan simbol-simbol keagamaan di tengah publik seiring dengan menjamurnya aksi kelompok-kelompok berbungkus religi sehingga masyarakat umum sesekali ikut berlomba menampilkan kulit luar agama, termasuk adu share konten-konten relijius dan moral yang dangkal via medsos, atau memosting status, meme dan gambar yang mengesankan pemilik akunnya adalah sosok salih dan salihah.
Adu penampilan religius juga menumbuhkan malpraktik agama sehingga muncul pula radikalisme dan intoleransi. Orang yang baru berapa kali mengikuti pengajian, ataupun sekedar menyimak rasan-rasan keagamaan via medsos dan internet, itupun melalui konten jemaah-jemaah tertentu, dapat dengan mudahnya mengafirkan orang yang sudah salih turun temurun atau bahkan berbekal segudang dalil dan literatur.
Inilah yang terjadi ketika agama diperlakukan lebih sebagai alat kepentingan sesaat. Agama terlihat berkibar, tapi ternyata justru dilanda nestapa.