Dulu saat geng-geng sekolah masih menjamur, klitih dimaknai sebagai aksi konvoi memutari kota kemudian melewati sarang geng musuh dengan tujuan memprovokasi. Namun ketika geng-geng sekolah sudah tidak tenar, aksi klitih kini berubah menjadi syarat keanggotaan geng tanpa mempedulikan identitas asal sekolah.
Jika awalnya target klitih adalah geng yang dianggap sebagai musuh, pelaku klitih kini menyerang korban secara acak. Mereka tidak segan melukai dengan menggunakan senjata tajam. Berbeda dengan begal yang mengincar harta korban, pelaku klitih biasanya cukup puas apabila korban sudah tidak berdaya dan ditinggalkan terkapar begitu saja. Tindakan semacam ini dilakukan untuk menunjukkan power (kekuasaan) serta eksistensi individu maupun kelompok.
Beberapa faktor yang mendasari perilaku klitih adalah karena adanya masalah dalam hubungan keluarga, interaksi dengan lingkungan kelompok, serta karakter individu. Maka bisa disimpulkan bahwa gengsi dan kebanggaan kemungkinan punya andil besar perilaku klitih. Seorang pelaku menganggap klitih adalah satu-satunya kemampuan yang bisa ia banggakan untuk diri sendiri maupun dalam lingkungan kelompoknya.