Banyak masyarakat yang tanpa sadar jatuh pada praktek judi tatkala berpartisipasi dalam lomba tujuh belasan atau Agustusan. Sebenarnya ini tidak terkait dengan lomba dalam momen hari kemerdekaan saja tapi dengan semua jenis lomba lain. Hanya saja momen Agustusan ini menjadi momen yang pas sebagai contoh.
Dalam fikih, ketika beberapa orang mengeluarkan sejumlah uang lalu dari uang yang terkumpul itu diberikan pada orang yang menang dalam permainan apa pun, maka itu termasuk judi. Dengan kata lain, ketika seseorang membayar 10 rb untuk permainan lalu ketika kalah uangnya hilang dan ketika menang maka akan mendapat 50 rb, maka itulah judi. Ada skema untung rugi di sini.
Dalam lomba Agustusan atau momen lain, ketika peserta lomba diminta menyetor uang ke panitia atas nama apa pun, baik itu atas nama biaya pendaftaran atau lainnya, lalu dari uang tersebut diberikan hadiah untuk para pemenang lomba, maka skema ini memenuhi syarat untuk disebut sebagai skema judi sehingga haram. Ini adalah hal yang harus diketahui oleh panitia, peserta dan tokoh masyarakat. Sayangnya, banyak yang menjaga dirinya dari judi tapi ketika Agustusan malah jatuh pada judi sebab tidak mengerti.
Solusinya agar tidak jatuh pada judi, maka hadiahnya tidak boleh dari uang yang dikumpulkan dari peserta lomba. Hadiahnya bisa dari sponsor, uang kas desa atau dari para dermawan yang tidak ikut perlombaan. Dengan demikian tidak ada untung rugi yang dialami oleh peserta. Dalam skema ini, akadnya bukan judi tetapi akad Ji'alah (sayembara) yang sah secara fikih.
Lantas apakah tidak boleh menarik uang pendaftaran? Sebenarnya boleh saja menarik uang pendaftaran selama bukan untuk hadiah pemenang tapi untuk kebutuhan lain semisal bahan-bahan perlombaan semisal pembelian pohon pinang, papan, tali, kelereng, kerupuk dan sebagainya. Seluruh bahan-bahan ini menjadi fasilitas seru-seruan yang dinikmati oleh seluruh peserta lomba, jadi tidak ada yang dirugikan dan tidak ada yang diuntungkan. Jelas bukan bedanya?